Mudik Integritas

27 Mar 2025
Mudik Integritas
Firman Nugraha, widyaiswara Balai Diklat Keagamaan (BDK) Bandung.

Jakarta (BMBPSDM)---Idulfitri dan tradisi mudik adalah dua fenomena yang tidak hanya bersifat religius dan kultural, tetapi juga mengandung nilai-nilai integritas yang relevan dengan kehidupan modern. Dalam perspektif sosiologi agama, mudik bukan sekadar perpindahan fisik, melainkan juga sebuah perjalanan spiritual menuju kesucian (fitrah).

 

Secara etimologis, kata "mudik" berasal dari bahasa Jawa "mulih dilik" (pulang sebentar) atau dalam bahasa Melayu Kuno diartikan sebagai "kembali ke hulu" (muara asal). Dalam konteks budaya, mudik adalah ritus tahunan yang merekatkan relasi sosial, mengingatkan manusia akan akar dan identitasnya (Geertz, 1976). 

 

Data BPS (2024) mencatat sekitar 242 juta orang melakukan mudik selama Lebaran 2024 yang lalu. Hal ini menunjukkan betapa tradisi mudik telah mengakar kuat. Namun, di balik angka tersebut, mudik juga sarat dengan nilai filosofis, sebuah upaya "kembali ke asal", baik secara geografis maupun spiritual. 

 

Konsep ini, sejalan dengan idulfitri, secara harfiah berarti "kembali kepada kesucian.” Dalam Islam, fitrah adalah kondisi manusia yang suci, sebagaimana bayi yang baru lahir (HR. Bukhari). Konsep ini paralel dengan makna taubat --sebuah upaya untuk "pulang" kepada jati diri yang jujur dan bersih. 

 

Taubat, yang menjadi inti idulfitri, relevan dengan semangat mudik itu sendiri yakni meninggalkan "kota" simbol materialisme menuju "kampung halaman" simbol kesederhanaan dan ketulusan. Durkheim (1912), menyebut ritus semacam ini sebagai "collective effervescence", momen di mana masyarakat mengalami pembaruan moral secara kolektif. 

 

Pembaruan moral ini sejatinya buah dari puasa dimana perjalanan ruhaniah digodok dalam ramadan. Ramadan adalah bulan pelatihan integritas. Puasa melatih kejujuran (karena hanya diri sendiri dan Tuhan yang tahu), kesabaran, dan empati. Studi Moustafa (2018) dalam Journal of Religion and Health menunjukkan bahwa puasa meningkatkan kontrol diri dan mengurangi perilaku koruptif. 

 

Di Indonesia, survei Litbang Kompas (2022) menemukan bahwa 72% responden merasa lebih termotivasi untuk berperilaku jujur setelah Ramadan. Ini membuktikan bahwa puasa bukan hanya ibadah individual, tetapi juga membentuk social capital berupa kepercayaan (Putnam, 2000). 

 

Di era kapitalisme global, nilai-nilai materialistik sering mengikis integritas. Mudik, dalam hal ini, menjadi counter-culture --mengingatkan manusia untuk tidak tercerabut dari nilai-nilai luhur.  Materialisme inilah yang pada gilirannya banyak melahirkan perilaku yang cenderung melanggar, baik pelanggaran norma maupun etika.

 

Sepanjang 2025 saja kita telah disuguhkan pelbagai macam perilaku yang mencerminkan nihilnya integritas. Seperti korupsi pertamax, korupsi PT Timah dengan masing-masing angkanya sangat fantastis. Kemudian kasus penembakan di tempat sabung ayam dan kasus-kasus lainnya. Sementara itu, dalam pendekatan agama maupun kode etik kedinasan, integritas adalah keniscayaan untuk membangun negeri ini agar jauh lebih bermartabat.

 

Menyikapi buruknya pelanggaran-pelanggaran tersebut, memang menjadi penting untuk mewujudkan mudik integritas. Yakni, memahami mudik bukan sekadar fenomena transportasi, melainkan sebuah social movement yang merevitalisasi integritas. Dalam perspektif sosiologi agama, tradisi ini adalah bentuk "sacred ritual" (Durkheim) yang menguatkan kohesi sosial dan moralitas publik. 

 

Contoh nyata terlihat dalam tradisi "sungkem" (permohonan maaf kepada orang tua). Ritual ini mengajarkan kerendahan hati dan tanggung jawab moral, nilai yang kontras dengan budaya instant gratification modern. Data dari KPK (2023) menunjukkan bahwa daerah dengan tradisi mudik kuat memiliki indeks integritas publik lebih tinggi, seperti Jawa Tengah dan Yogyakarta. 

 

Sebagai bangsa, Indonesia perlu melihat mudik bukan hanya sebagai agenda tahunan, tetapi sebagai momentum refleksi untuk membangun integritas --dimulai dari diri sendiri, keluarga, hingga masyarakat luas.[]

Penulis: Firman Nugraha
Sumber: Firmana Nugraha
Editor: Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI