Munas Sepakati Kalender Islam Tunggal

30 Apr 2012
Munas Sepakati Kalender Islam Tunggal

Jakarta, 27/04 (Puslitbang 1) - Musyawarah Nasional (Munas) Hisab dan Rukyat yang diselenggarakan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama pada tanggal 25 April 2012 di Operation Room Gedung Kementerian Agama akhirnya menyepakati sejumlah poin penting terkait upaya penetapan awal bulanQamariyah.

 

Salah satu diantaranya adalah kesepakatan untuk membuat kalender Islam yang tunggal. Selama ini berbagai ormas keagamaan Islam di Indonesia membuat kalender berdasarkan metode ilmu hisab/falak masing-masing, hal ini terbukti berpotensi melahirkan sejumlah perbedaan yang cukup krusial, khususnya terkait penetapan awal Ramadhan dan awal Syawal.

 

Munas ini dihadiri sejumlah narasumber yang diundang untuk menyampaikan berbagai pandangannya terkait hisab dan rukyat yaitu KH. Ma’ruf Amin (MUI), KH. Ghozali Masroeri (PBNU), KH. Saefudin Amsir (PBNU), Dr.Abd. Fattah Wibisono (PP Muhammadiyah), DR. Makrifat Iman (PP Muhammadiyah), DR. H. Moedji Raharto (Bosscha-ITB), dan Cecep Nurwendaya, M.Si (Planetarium-Jakarta). Munas juga dihadiri oleh 90 peserta terdiri dari para pakar astronomi dan fukoha, pimpinan pesantren, serta para pengurus/pimpinan ormas keagamaan.

Pada sesi awal dialog beberapa peserta nampak pesimis karena masing-masing pihak khususnya dari NU dan Muhammadiyah mempertahankan metodenya masing-masing. Perwakilan NU bertahan pada rukyat bil fi’lisementara Muhammadiyah bertahan dengan wujudul hilal (hisab). Namun menjelang sesi akhir, dengan berbagai argumen dan pengalaman di beberapa Negara mayoritas muslim lain tentang penetapan awal bulan qomariyah, akhirnya peserta dapat menyepakati keinginan untuk penyatuan kalender Islam yang bersifat tunggal.

Sementara itu terkait penetapan awal Ramadhan, Syawal dan Dzulhijjah yang selama ini merupakan persoalan yang cukup krusial, meskipun kriteria dan meknismenya saat ini belum bisa disepakati, namun dari ungkapan beberapa tokoh yang hadir nampaknya upaya penyatuan kriteria dan mekanisme penetapan itu sangat mungkin disepakati dengan syarat adanya pertemuan yang lebih fokus dan intens di masa yang akan datang dengan difasilitasi oleh Kementerian Agama. Dr. Abd. Fattah Wibisono yang hadir sebagai salah satu narasumber menyatakan bahwa dari sejarah panjang pengalaman Muhammadiyah selama ini ternyata aplikasi penetapan awal bulan qamariyah bersifat kontekstual sehingga penetapan kriteria bagi Muhammadiyah sangat mungkin juga bisa berubah. Sementara menurut KH. Ma’ruf Amin untuk keputusan NU saat ini juga telah mengalami perkembangan, yaitu NU menerima metode imkanur rukyat pada penolakan kesaksian (rukyat) yang tidak memenuhi syarat imkanur rukyat, artinya saat ini tidak ada pandangan yang tidak mungkin untuk tidak bisa dikompromikan.

Wakil Menteri Prof. Nasaruddin Umar yang menutup kegiatan Munas sangat menyambut baik apa yang berhasil dirumuskan dan disepakati dalam Munas. Dalam sambutannya beliau menyatakan bahwa Kementerian Agama akan menindaklanjuti beberapa keputusan Munas ini sehingga nantinya segala yang diharapkan dari hasil Munas dapat terealisasi. [AJW]

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI