Pelayanan Pendidikan Agama di SMK Kesehatan Gloria Manado
Jakarta (23 November 2017). Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tentang Pelayanan Pendidikan Agama Sesuai Agama Siswa di SMK Kesehatan Gloria Manado (2016) menunjukkan SMK Kesehatan Gloria, mayoritas siswanya beragama Kristen, tidak hanya melayani pendidikan agama Kristen, tetapi juga memberikan pelayanan pendidikan agama Islam dan Katolik.
Pemberian pelayanan pendidikan agama itu sesuai dengan keberadaan siswa Kristen, Islam, dan Katolik. Dalam konteks Peraturan Menteri Agama (PMA) Nomor 16 Tahun 2010 tentang pengelolaan pendidikan agama, pelayanan pendidikan agama Kristen dilaksanakan pada hampir setiap kelas. Hal ini mengikuti aturan pertama yang menyebutkan jumlah peserta didik Kristen di SMK dalam satu kelas berjumlah paling sedikit 15 (lima belas) orang.
Pelayanan pendidikan agama Islam dilaksanakan dengan penggabungan beberapa kelas paralel sehingga mencapai paling sedikit 15 (lima belas) orang. Praktik ini sesuai dengan aturan kedua dari PMA tersebut. Adapun pelayanan pendidikan agama Katolik dilaksanakan mengikuti aturan keempat. Meski peserta didik yang beragama Katolik lebih dari 15 (lima belas) orang di sekolah tersebut—dan itu harus mengikutiaturan ketiga PMA—pelayanan pendidikan agama Katolik bekerjasama dengan pihak lembaga keagamaan dalam hal ini lembaga gereja.
Dari sisi pendidik, sekolah ini telah mengadakan guru yang seagama dengan agama siswa, kecuali untuk siswa yang beragama katolik yang diajarkan oleh guru yang beragama Kristen. Pembelajaran intrakulikuler pendidikan agama, baik Kristen maupun Islam, sudah sesuai dengan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar (SKKD).
Sedangkan ekstrakulikuler pendidikan agama Kristen dilakukan dalam bentuk yang beragam dari mulai penguatan, pembiasaan, dan pendalaman. Dari semua sarana pembelajaran yang harus disediakan, tempat ibadah dan laboratorium pendidikan agama belum terpenuhi. Penilaian hasil belajar pendidikan agama masih terbatas dilakukan oleh pendidik itu sendiri, belum sampai penilaian hasil belajar oleh pihak sekolah dan pemerintah.
Selain kesadaran keberagamaan pihak sekolah dan usulan orang tua siswa, adanya kebijakan pelayanan pendidikan agama sesuai agama siswa di sekolah ini juga karena adanya tuntutan peraturan perundangan. Basis agama yang dianut oleh pendiri sekolah dan usulan orang tua siswa yang beragama Islam beriringan dengan tuntutan Peraturan Perundangan (UU Nomor 20 Tahun 2003, PP Nomor 55 Tahun 2007, dan PMA Nomor 16 Tahun 2010).
Meski belum ideal, kasus sekolah ini menjadi lesson learned dan didorong menjadi salah satu contoh layanan pendidikan agama sesuai dengan agama siswa di sekolah-sekolah berciri khas Kristen lainnya. Namun demikian, penyediaan buku agama dan sertifikasi guru agama masih menjadi kendala. (bas/wan)
Sumber foto: https://www.google.co.id