Pembinaan Kehidupan Keagamaan Narapidana; Studi Kasus Pada Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung

9 Apr 2007
Pembinaan Kehidupan Keagamaan Narapidana; Studi Kasus Pada Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung

Pembinaan Kehidupan Keagamaan Narapidana;

Studi Kasus Pada Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin Bandung

Drs. Sutarman.S
51 halaman

 

Balai Penelitian Agama dan Kemasyarakatan
Departemen Agama RI
1991-1992


Sistem penjara bagi para pelanggar hukum pada masa pembangunan negara Indonesia dianggap sudah usang serta tidak memenuhi syarat pembangunan. Untuk itu sistem ini perlu diubah menjadi sistem pemasyarakatan (sejak tahun 1964). Dalam sistem baru ini penjara bukan merupakan sangkar melainkan menjadi sanggar bagi para narapidana. Mereka bebas berkreasi dengan berbagai pembinaan mental dan ketrampilan. Dalam melaksanakan pembinaan bagi narapidana berdasarkan konsepsi pengayoman secara terpadu dan integritas gerak dan langkah atara petugas lembaga pemasyarakatan, masyarakat dan narapidana sendiri.

Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui secara jelas bentuk-bentuk kegiatan pembinaan kehidupan beragama para narapidana yang sudah terlaksana untuk dijadikan bahan penyusunan pola-pola pembinaan kehidupan beragama yang baik, berdayaguna dan berhasil guna dengan sarana dan prasarana yang relatif terbatas.

Program pembinaan kehidupan beragama lembaga pemasyarakatan Sukamiskin Bandung ini dilaksanakan atas dasar konsep pengayoman yang menunjukkan keterpaduan dan integritas antara petugas lembaga, narapidana dan masyarakat. Hal ini tampak dalam kehidupan beragama sehari-hari. Tetapi yang menjadi hambatan di lembaga pemasyarakatan ini adalah tenaga pendidik atau penceramah yang diharapkan dari pihak Depertemen Agama (Kandepag Kodya Bandung). Walaupun sudah ditentukan jadual dan nama-nama calon penceramah, khatib dan guru sering tidak hadir dengan alasan tidaka adanya transportasi. Sedangkan dari pihak IAIN terhambat karena padatnya program perkuliahan di kampus.

Akhirnya, mengingat alasan ketidakdisiplinan tersebut, maka sebaiknya alokasi anggaran pembinaan kehidupan beragama bagi narapidana perlu ditingkatan. Karena akan manjadi pendorong etos kerja bagi seluruh elemen yang berhubungan dengan lembaga pemasyarakatan.

Sistem pembinaan kehidupan beragama yang baik perlu dikembangkan, seperti keikutsertaan para narapidana menjadi khatib, penceramah, menjadi pengurus masjid dan mencatat serta mengulas isi ceramah/khutbah. Uluran tangan masyarakat luar dengan mengirim hewan qurban ke lembaga pemasyarakatan dan sebaliknya para narapidana membayar zakat fitrah dan dibagi-bagikan kepada fakir miskin di luar lembaga. Hal itu menunjukkan penerapan sistem pemasyarakatan yang mengacu pada keterpaduan dan integritas gerak dan langkah petugas lembaga, masyarakat dan narapidana.***

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI