Penerapan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran di Lingkungan Diklat

11 Okt 2010
Penerapan Teknologi Informasi dalam Pembelajaran di Lingkungan Diklat

PENERAPAN TEKNOLOGI INFORMASI DALAM PEMBELAJARAN DI LINGKUNGAN DIKLAT

 

Media Ekawati*

Abstract

Information technologies have influenced the new world social order. Its developments was radical and global, even now oven heard the statement paperless office or paperless library", which illustrates how dynamic the way technology, especially information technology used in education field and in the field of education and training. The potential dynamics of information technology can be one of the reliable sources of learning, after the human factor. With the hope of quality of participants of education and training as well as senior lecturer as facilitators became more optimal and the learning process more enjoyable, because it can bring the virtual world in the classroom. Variety of partnerships in the learning activities may be done by way of face-to-face plus online, auto conferencing, audio graphics, Web-chat, and many others, including distance education and training. In this case, the information technology as one of the breakthrough to get added value.

Keywords: man behind technology.

I. PENDAHULUAN

Istilah teknologi telah digemakan di Inggris sejak awal abad ke-17. Teknologi diartikan sebagai ilmu yang mempelajari sesuatu yang bermanfaat. Keberadaan teknologi lebih dari sekedar alat atau proses fisik. Teknologi mencakup pula konteks kultural dari alat-alat dan proses-proses, tetapi juga melibatkan pula dalam pengalihannya penyebaran ide-ide dan nilai-nilai pembuatnya. Sebagai contoh, peran teknologi dapat dilihat dalam bidang transportasi mulai dari gerobag sapi hingga pesawat Concord, dalam bidang pendidkan dari kapur tulis hingga layar monitor.

Dalam pengertian yang paling sederhana, teknologi meliputi peralatan perlengkapan untuk hidup, misalnya untuk bidang pendidikan, industri, komunikasi, kesehatan, dan sebagainya. Karena potensi dinamikanya, maka perkembangan teknologi dewasa ini begitu radikal, terutama di bidang teknologi informasi. Seiring waktu, perkembangannya yang radikal mencuatkan pameo; lebih kuat, lebih bersih, lebih ringan, lebih kecil, dan lebih murah yang disertai dengan peningkatan kapasitas dan reliabilitas.

Teknologi informasi pada abad ke-21 ini telah mampu menjembatani jurang Dunia Ketiga dan negara maju di bidang informasi dan keilmuan. Komunitas teknologi informasi negara maju maupun negara berkembang kini bersama-sama memasuki tatanan masyarakat dunia baru. Perkembangan teknologi informasi tidak hanya bersifat radikal, namun juga global. Ibarat pisau bermata dua, teknologi bisa digunakan untuk membunuh, namun juga dapat bermanfaat untuk memudahkan, jika kita menggunakannya secara bijaksana.

Sisi positif teknologi adalah untuk memudahkan akses terhadap informasi dan penyebarluasannya. Pertama, meningkatkan kemampuan masyarakat. Kedua, memberi aspek kemudahan dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Ketiga, diharapkan dapat mengejar kekurangan yang terjadi.

Sejak tahun 1970-an, kiprah teknologi hampir memengaruhi semua bidang kehidupan, mulai dari ranah industri, perkantoran, sistem komunikasi, transportasi darat, laut dan udara, tata pemerintahan, kesehatan hingga pendidikan. John Naisbitt –seorang futurolog— menyebut perkembangan teknologi tinggi ini dengan perkembangan multimedia-hightech-high touch, yang ditandai dengan teknologi digital yang dapat mengubah produk elektronik menjadi media interaktif yang ditandai dengan individualisasi kegiatan. Misalnya, belanja, transaksi bank, pesan tiket konser maupun pesawat, perpustakaan digital, belajar jarak jauh (distance learning), dan e-learning. Kini semua itu bisa dilakukan di rumah dan tersedia menurut pilihan dan permintaan pengguna.

Kemudahan yang diperoleh dari teknologi diikuti pula kecenderungan miniaturisasi komponen-komponen elektronika. Hal ini diawali pada invensi transistor pada 1947, yang menggantikan tabung termoionik secara bertahap. Pada tahun 1960, transistor mulai dikelompokkan menjadi chip semikonduktor, terbuat dari silikon, digabungkan dengan bagian-bagian lain seperti kapasitor dan resistor dalam satu sirkuit terpadu. Kini, jumlah bagian-bagian yang mampu digabungkan menjadi satu, mencapai 1.000.000 dan terus meningkat dua kali lipat tiap tahun.

Dalam era teknoligi yang kian maju, kini dikenal istilah "generasi nano" atau "nano technology", yaitu teknologi manufaktur yang memproduksi komponen chip berukuran 65 nanometer (nm) dan semikonduktor 45 nm. Satu nanometer sama dengan seper-miliar meter atau 1/100.000 diameter rambut manusia. Sulit kita membayangkannya.

Teknologi informasi juga signifikan dalam memengaruhi cara pandang manusia terhadap sesuatu. Iklan-iklan mencoba menyodorkan citra positif terhadap suatu produk. Politisi membangun citra positif atas diri dan partainya. Demikian pula para pengambil keputusan, menyebarkan informasi untuk mendapatkan dukungan terhadap keputusan yang diambil. Sikap-sikap yang ditumbuhkan oleh teknologi informasi terhadap sesuatu atau seseorang mampu mengubah sikap mental seseorang atau kelompok.

Di tengah bentangan kompleksitas dan fleksibilitas teknologi informasi, terdapat pula relevansi peluang penerapannya di lingkungan diklat terutama dalam proses pembelajaran. Potensi dinamika yang terdapat dalam teknologi dapat dijadikan salah satu sumber belajar yang handal setelah faktor manusia. Bila pembelajaran diklat sudah mampu menggunakan teknologi secara optimal, maka ke depan output pembelajaran diharapkan mampu mengaktualisasikan dirinya dalam diklat tanpa lagi menyandang istilah gagap teknologi yang kerap disebut gaptek.

II. MEMBONGKAR PARADIGMA LAMA

Hidup adalah perubahan. Namun, di dunia ini banyak individu yang phobia terhadap perubahan dan lebih senang hidup dalam statusquo alias kemandegan karena terlanjur terjebak pada "zona aman" terhadap perubahan (comfort zone). Demikian pula dialami oleh sementara orang yang berkecimpung dalam kegiatan belajar-mengajar atau proses pembelajaran.

A. Empat M: Money, Men, Materials, Machine

Empat M adalah pilar suksesnya penyelenggaraan sebuah program. Empat M merupakan paradigma lama yang selama ini digunakan dalam proses atau kegiatan belajar-mengajar. Empat M dapat dilihat dalam dua perspektif, yaitu "dunia nyata" yang bersifat fisik dan dapat disentuh, serta kebalikannya, yaitu "dunia maya" yang tidak dapat disentuh. Disini tidak dibutuhkan bahasan mana yang lebih baik, kasat mata atau maya. Tetapi yang jelas, dunia maya memuat suatu nilai atau gagasan bagi para komunitasnya berupa informasi, misalnya di mana money bisa didapatkan, men yang dapat dihubungi, bagaimana mendapatkan materials yang diinginkan dengan mudah, atau machine yang tepat untuk melakukan sesuatu.

Untuk menentukan bagaimana, di mana, kepada siapa dan dengan cara bagaimana, semua itu berkaitan dengan informasi. Kepuasan seseorang dalam pengalamannya memeroleh informasi tersebut pada umumnya mampu mengubah cara pandang dan perilakunya terhadap teknologi informasi. Pengalaman memeroleh informasi dari teknologi informasi, telah memberikan kontribusi positif terhadap pemecahan masalah yang dihadapi. Pengalaman persentuhan seseorang dengan teknologi informasi merupakan bukti pembelajaran tak ternilai bagi yang bersangkutan. Mereka akan memperlakukan informasi sebagai aset yang sangat bernilai dan akan memendang teknologi sebagai satu media/sarana yang mutlak dibutuhkan. Kisah sukses bersentuhan dengan informasi dari dunia maya tersebut dapat ditularkan kepada mereka yang belum "melek teknologi" secara getok tular atau dari mulut ke mulut, atau word of mouth. Inilah proses komunikasi yang paling tradisional.

B. Memerlukan Stimuli

Istilah "lingkungan adalah guru utama manusia" tidaklah salah dijadikan adagium. Karena itu jangan heran jika ada dua anak kembar yang dibesarkan secara terpisah, ketika dewasa akan memiliki kepribadian yang berbeda. Sejak dari buaian hingga liang lahat, manusia disodori beragam informasi yang diawali dari stimuli atau rangsangan terhadap dirinya.

Stimuli merupakan energi yang mengacu pada organ perasa (sense organ). Namun, tidak mungkin seseorang dapat merespons semua rangsangan. Rangsangan-rangsangan yang sampai pada diri sesorang secara otomatis akan diseleksi. Hanya rangsangan yang menimbulkan perhatian yang terpilih karena adanya intensitas, karakter tertentu dan kekontrasan yang menarik. Dalam suatu lingkungan yang kompleks dan penuh rangsangan, manusia mudah merespons rangsangan. Rangsangan yang telah diseleksi pada gilirannya mampu mengubah cara pandangnya.

Informasi diterima manusia merupakan rangsangan bagi dirinya. Bentuknya bisa sederhana bisa pula rumit. Informasi diterima oleh beberapa organ perasa. Dari hasil studi, banyaknya informasi yang dapat diterima oleh seseorang tergantung pada berapa obyek yang dapat dilihat pada suatu saat, serta berapa besar informasi auditori yang dapat diingat pada suatu saat.

Proses input informasi pada "kotak memori" manusia, mengutip Smith & Swason, terdiri atas tiga fase: Pertama adalah Input of information, yaitu informasi yang masuk pada memori. Kedua adalah Processing,yaitu fase terjadi pengkodean untuk penyimpanan. Ketiga adalah Retrieval of Information, yaitu terjadi pemrosesan kembali informasi.

Ketika seseorang menyadari, meyakini, atau mengalami bahwa informasi merupakan cara memperoleh jawaban, cara memecahkan masalah, cara mendapatkan nilai tambah, pada saat itulah ia telah well informed. Ketika ia menyadari ada fasilitas informasi yang mampu menembus lintas benua, memiliki banyak fitur atau fasilitas untuk berinteraksi dan bertransaksi dengan mudah dan murah, pada saat itulah nilai-nilai teknologi (the value of technology) mulai merasuk. Bila telah demikian, ia akan terus melakukan eksplorasi informasi dan mencoba menggunakan dan mengakses banyak fitur teknologi. Pada saat inilah ia telah berada pada posisi e-learning technology. Ini berarti kualitas informasinya meningkat secara signifikan yang bisa berimplikasi pada peningkatan kualitas hidupnya.

III. MENUJU PARADIGMA BARU

Sejak internet mendunia dan diikuti teknologi informasi yang berlari seperti deret ukur, ada yang sinis menyebutnya sebagai Tuhan Digital telah bangkit. Dalam ungkapan lain disebutkan bahwa "Dunia seolah-olah mengepung kita". Namun, sesungguhnya ada sisi positif yang disodorkan oleh teknologi informasi tersebut, yaitu sebuah paradigma baru di bidang pembelajaran yang dikenal sebagai persebaran pengetahuan atau distributed of knowledge, sebagai pengganti transfer of knowledge. Dengan demikian, paradigma belajar telah tergantikan oleh paradigma pembelajaran.

Jika dulu andalan utama dalam perolehan pengetahuan adalah guru dan dosen, kini andalan tersebut bertambah berupa teknologi informasi. Fungsi guru dan dosen sebagai sumber belajar tidak lagi sentral. Dulu, lembaga pendidikan merupakan tempat terjadinya transformasi pengetahuan, dan perserta didik dianggap sebagai subjek didik. Kini, peserta didik merupakan subjek pembelajaran, dan pemerolehan pengetahuan tidak lagi bersifat menetes ke bawah, tapi menyebar dan saling berbagi.

1. Optimalisasi Proses Pembelajaran Dengan Teknologi InformasiPembelajaran dan sumber belajar adalah dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Tidak mungkin bicara salah satunya dengan mengabaikan yang lain. Sumber belajar adalah komponen sistem instruksional yang terlibat dalam proses pembelajaran yang acap kali disebut unsur dinamis pembelajaran. Disebut dinamis karena setiap perubahan yang terjadi pada salah satunya akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada kegiatan pembelajaran.

Bila perubahan terjadi, maka satu sama lain saling beradaptasi.

Sumber belajar meliputi manusia (pererta diklat dan penyelenggara/ fasilitator/widyaiswara), bahan (dalam teknologi sering disebut perangkat lunak), alat/sarana (disebut perangkat keras), teknik, latar, dan pesan. Sedangkan pembelajaran merupakan kegiatan fasilitator dan peserta diklat dengan rancangan instruksional yang telah diprogram oleh fasilitator. Tujuan pembelajaran adalah menjadikan perserta diklat memiliki kemandirian belajar serta mengaktualisasi dirinya seoptimal mungkin.

Perlu digarisbawahi, sekalipun fasilitator bertugas sebagai pembimbing, yang sekaligus juga narasumber, pengelola dan penyelenggara kegiatan pembelajaran kediklatan, ia tidak identik dengan guru sekolah. Sebab, dalam diklat yang dihadapi adalah orang dewasa yang sudah "jadi", dalam pengertian sudah memiliki basis keilmuan tertentu, sudah beradab dan berbudaya, serta memiliki orientasi nilai sendiri. Tidak jarang di antara mereka ada juga yang memiliki prestasi. Karena itu proses pembelajaran yang terjadi antara kedua subjek tersebut fasilitator dan peserta diklat tidak seperti pemandangan kegiatan pembelajaran metode konvensional di sekolah-sekolah pada umumnya, misalnya guru atau dosen menyampaikan pesan dengan metode ceramah sementara siswa atau mahasiswa duduk manis mendengarkan. Ada yang memahami, ada yang merespons, atau mencoba mengingat-ingat, atau bahkan ada yang sekedar memerhatikan gerak-gerik sang guru.

Secara teknis, penyelenggara dan peserta diklat harus saling "gayung bersambut" dalam menempuh dan menciptakan program pembelajaran yang melibatkan teknologi informasi. Kedua pihak harus memiliki apresiasi teknologi informasi yang sepadan yang dalam masyarakat teknologi informasi disebut telah e-literacy.

Ragam kemitraan dalam kegiatan pembelajaran dapat dilakukan dengan:

a. Tatap Muka plus On-line

Dengan cara ini, materi diklat dapat disampaikan melalui internet, atau videoconference. Tatap muka dilakukan dengan memadukan videoconference dengan pertemuan kelas. Bagi peserta yang berhalangan hadir, atau sedang dinas luar, tetap dapat mengikuti materi diklat dari rekaman video.

b. Auto Conference

Peserta diklat berkumpul pada suatu tempat, bisa di kelas, di ruang terbuka atau di tempat rekreasi dan sebagainya. Peserta bisa juga terdiri atas beberapa kelompok dengan lokasi yang berbeda-beda. Masing-masing kelompok telah menyiapkan perangkat audio dan telepon yang berfungsi sebagai "penyambung lidah" fasilitator dengan para peserta diklat. Dengan demikian, instruksi dapat ditangkap peserta, demikian pula diskusi interaktif antara peserta dan fasilitator dapat dilaksanakan selama jawal pembelajaran berlangsung.c. Audiographics Audiographics mirip dengan audioconferencing, bedanya audiographics ditambah lagi satu perangkat yang dapat menampilkan gambar dalam bentuk grafik. Selain lebih memudahkan pemahaman terhadap data/bahan ajar, gambar yang lucu dan menarik juga berfungsi sebagai selingan yang menyegarkan, agar peserta tidak jenuh. d. Web--Chat.

Antara fasilitator dan peserta diklat dapat melakukan aktivitas pembelajaran dengan cara web-chat. Meskipun cara ini terkesan lebih egaliter, namun belum ada penelitian tentang seberapa pengaruh dan daya gunanya terhadap peningkatan kualitas proses pembelajaran. Pembelajaran melalui web-chat bergantung pada faktor ekstrenal lainnya seperti tersedianya infrastruktur yang memadai, termasuk faktor biaya.

2. Menuju Kecemerlangan Kualitas Individu Peserta Diklat Dengan Teknologi Informasi

Inteligensia hingga saat ini masih dianggap sebagai norma umum dan tolok ukur dalam keberhasilan belajar dan pembelajaran. Tolok ukur intelegensia masih tetap dipakai dalam pembelajaran meskipun terhadap pula konsep-konsep lain yang ditawarkan, misalnya kecerdasan emosional dan spiritual (ESQ), kecerdasan matematis, kinestetis, bahasa, spasial, musikal, sosial dan naturalis. Namun, tetap saja intelegensi dianggap sebagai tolok ukur yang normatif dalam kegiatan pembelajaran. Terbukti, hal ini belum dibantah oleh para ilmuan yang berkecimpung dalam ranah kependidikan.

Intellegentie Quotient (IQ) rata-rata manusia menunjukkan angka 85-115. Sekitar 70 % manusia memiliki IQ normal. Sebanyak 15% penduduk ber-IQ 115-145, hanya 2% manusia yang memiliki IQ 130-145. Sementara 15% di bawah 70. (Wechler, Monks & Knoers, Siti Rahayu Haditono). Kecakapan-kecakapan tersebut bisa saja tidak tumbuh dan berada di dalam diri manusia sebagai "bakat terpendam" serta "kecerdasan yang terpendam", atau disebut aktus purus dalam istilah para filsuf Yunani.

Aktus purus tersebut akan menjadi wujud apabila proses pembelajaran berorientasi pada pemecahan masalah atau dihadapkan pada masalah kehidupan sehari-hari. Kecemerlangan inteligensi dapat berkembang bila terdapat dua unsur berikut, yaitu: pertama, tantangan pemecahan masalah ( problem solving ). Dalam proses pembelajaran, peserta diklat diberikan rumusan-rumusan masalah dan diminta untuk menyajikan alternatif pemecahannya. Melalui pemecahan masalah, daya intelektual peserta akan tereksplorasi karena problem solvingmengandalkan aspek penalaran dan logika (rasionalistis-logis).

Selain itu, materi diklat juga lebih mudah dipahami jika desain instruksional pembelajaran berorientasi pada pemecahan masalah. Pada pembelajaran model ini akan terkuak dimensi-dimensi diri peserta diklat, misalnya apakah dia termasuk seorang yang pemberani dalam mengambil risiko, apakah dia berkomunikasi secara efektif, apakah berkemampuan bekerja tim, memiliki kemampuan mengambil keputusan dengan tepat, dan sebagainya.

Kedua, memandang setiap individu peserta diklat sebagai pribadi unik. Manusia merupakan makhluk multi dimensi sehingga memeiliki keragaman potensi. Setiap manusia dibekali talenta yang berbeda-beda satu sama lain, baik dalam hal karakter, kemampuan, kesenangan dan kecenderungan. Karena itu, pola komunikasi terbaik antara fasilitator dan peserta diklat adalah interpersonal dan bukan komunal. 3. Berubah!

Pantharei. Itulah istilah yang mengasosiasikan kita dengan perubahan. Semuanya serba berubah. Perubahan adalah keniscayaan. Hal yang tidak berubah adalah perubahan itu sendiri. Ada perubahan yang menyenangkan dan ada pula yang tidak menyenangkan, bergantung pada perspektif seseorang terhadap obyek perubahan tersebut. Namun, ada pameo satiris yang mengatakan bahwa manusia senang terhadap perubahan asalkan dapat mendatangkan pundi-pundi. Bagi produsen lampu minyak zaman dulu, era listrik adalah perubahan yang menyakitkan. Bagi para lanjut usia, perubahan dari sehat menjadi penyakitan, tentu juga perubahan yang menyakitkan.

Kecenderungan manusia menerima atau menolak perubahan, ada pada tingkat individu, kelompok, maupun organisasi. Repotnya adalah jika dalam satu organisasi atau kelompok terdapat sebagian elemen yang mau berubah, namun sebagiannya lagi malah ngotot pada statusquo.

Dalam kegiatan atau proses pembelajaran kediklatan diharapkan perubahan terus terjadi sebagai nilai tambah bagi peserta diklat maupun penyelenggara/fasilitator/widyaiswara. Yang menjadi "master pengubah" dalam diklat adalah kedua pihak tersebut sekaligus yang berposisi sebagai sumber belajar utama (manusia). Manusia adalah makhluk yang bereksistensi. Sedangkan teknologi informasi, hanya sebagai satu terobosan untuk mendapatkan nilai tambah. Sebagai sumber belajar berupa alat atau sarana yang acap disebut perangkat keras, kehadirannya berfungsi sebagai pendukung peningkatan efisiensi, efektivitas dan produktivitas dalam proses pembelajaran. Thegun behind the man adalah penggambaran yang paling tepat mengenai kedudukan teknologi terhadap manusia subjek pembelajaran.

IV. PENUTUP

Teknologi baik teknologi produksi, industri maupun informasi kehadirannya ibarat pisau bermata dua. Mata positif dan mata negatif. Ia bisa membuat jiwa kering kerontang, namun juga bisa membuat rohani makmur dan bertumbuh. Dengan daya hipnotisnya, pertumbuhan dan perkembangan teknologi membuat kita terpana. Begitu banyak yang ditawarkan oleh dunia ini. Setiap hari informasi bertambah dua juta halaman. Sudut dunia mana yang tidak terjamah, serta ilmu apa lagi yang tersisa.

Dalam kegiatan pembelajaran di lingkungan diklat, keberadaan teknologi informasi ibarat sebuah bangunan laboratorium dan sumber ilmu yang dapat dimanfaatkan untuk pencerahan. Tidak pernah hilang dan tidak pernah usang , kecuali oleh kuasa Tuhan.

 

v Penulis adalah Widyaiswara Madya pada Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan

 

DAFTAR PUSTAKA

 

Ahmad Sonhadji, Prof, Teknologi Informasi dan Pembangunan Multi Sektor, Jakarta, LIPI Press, 2005.

Dimyati, Dr & Mujiono, Drs, Belajar dan Pembelajaran, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

Ferry F. Sukarno, Usenet sebagai Ruang Publik, Jakarta, Rineka Cipta, 2002.

Michael J. Maquadt Angus Reynold, Global Learning Organization, USA, Book Press Inc,1994.

 

 

 
Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI