Pentingnya Peran Widyaiswara Bagi Kurikulum Bernuansa Moderasi
Bogor (Balitbang Diklat)---Balitbang Diklat Kementerian Agama (Kemenag) akan merancang insersi kurikulum mata kuliah agama di PTN, terutama dalam konteks kurikulum yang menggambarkan nilai moderasi yang kuat. Untuk itu, widyaiswara akan dilibatkan dalam menyusun kurikulum yang menonjolkan wajah mata kuliah agama yang bernuansa moderasi.
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kemenag Suyitno mengaku, ide tersebut datang sebab wajah moderasi beragama belum tergambar di PTN. Masih ada kampus yang belum welcome dengan program moderasi beragama.
“Artinya, ini menjadi tugas yang tidak ringan. Khususnya dalam konteks mengawal moderasi beragama yang mestinya tahun 2024 sudah melintas batas kementerian/lembaga (K/L),” ungkap Kaban Suyitno di Bogor, Kamis (4/4/2024).
Ia menyampaikan hal tersebut di hadapan widyaiswara Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan saat memberikan arahan pada Reformulasi Penyusunan Kurikulum Pelatihan Teknis Keagamaan. Selain kegiatan itu, terdapat dua worksop yang diselenggarakan bersamaan.
Lebih lanjut, Suyitno mengingatkan agar WI tidak terjebak pada KMBK yang bisa jadi pada tahun ini berakhir. “Jangan hanya ‘asyik’ pada urusan KMBK saja, sudah waktunya didelegasikan kepada komunitas sekolah,” katanya.
“Pusdiklat Teknis harus selesai membuat KMBK karena masih banyak pekerjaan rumah lainnya yang menanti untuk dikerjakan. Banyak hal yang belum kita garap, padahal itu menjadi amanatnya Undang-undang Perpres dan turunannya,” imbuhnya.
Menurut Suyitno, diklat harus menyasar semua tenaga pendidik di bawah Kemenag, bahkan akan merambah ke perguruan tinggi umum sebagai amanat moderasi beragama. Oleh karena itu, kurikulum perlu dirumuskan sesuai keperluan PTN, termasuk pada tingkat pendidikan dasar.
“Dengan instrumen moderasi beragama, Kemenag bisa masuk lintas K/L tanpa khawatir dibatasi birokrasi. Inilah tugas baru yang perlu menjadi perhatian bersama, di samping inovasi pelatihan yang sedang berlangsung, termasuk langkah menuju Corporat University,” katanya.
Pelatihan Berbasis Institutional Needs
Pada kesempatan tersebut, Kaban Suyitno juga mengingatkan agar pelatihan bukan lagi berbasis person, tetapi harus berbasis institutional needs. Dalam penyusunan kurikulum diklat, WI harus detail membaca Renstra/RPJMN/RPJPN untuk mengetahui kebutuhan negara.
Untuk mendukung sasaran K/L yang lebih luas, maka skema MOOC harus semakin settle, artinya transformasi digital semakin bermanfaat untuk berbagai kalangan.
“Selain sasaran diklat, WI pun akan mendapatkan manfaat dari transformasi digital. Dengan materi yang telah didigitalisasi, beban kerja WI akan berkurang, memiliki lebih banyak kesempatan untuk pengembangan diri, dan mempunyai waktu yang lebih leluasa,” paparnya.
“Semakin memiliki keleluasaan waktu, maka bisa digunakan untuk up-grading diri. Bisa membuat karya yang lebih monumental seperti tulisan atau karya digital,” tuturnya.
Lebih lanjut, Kaban juga mengatakan transformasi digital membawa dampak yang lebih luas, yakni peserta didik bisa berasal dari belahan bumi mana pun. “Kita akan terus mengembangkan sasaran diklat yang lebih luas,” katanya.
Terkait dengan Moderasi Beragama, Suyitno berpesan bahwa tidak mustahil K/L yang tergabung dalam Sekretariat Bersama akan melibatkan Kemenag dalam perancangan pelatihan, kurikulum, bahkan narasumbernya.
“Maka kita harus bersiap untuk menghadapi tantangan pelatihan ke depan, termasuk menyiapkan kurikulum, silabus, dan materi diklat,” pungkasnya.
Diad/Sr