Penyelenggaraan Pendidikan Muadalah di Pondok Pesantren

4 Jul 2017
Penyelenggaraan Pendidikan Muadalah di Pondok Pesantren

Jakarta (4 Juli 2017). Hasil penelitian Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat tentang Penyelenggaraan Pendidikan Muadalah di Pondok Pesantren (2016) menemukan penyelenggaraan satuan pendidikan muadalah pada pesantren sangat bergantung pada kepemimpinan kyai dalam pengelolaannya. Kepemimpinan kyai yang banyak bersentuhan dengan dunia luar (dunia modern) sedikit banyak mempengaruhi sistem pendidikan yang dikembangkan, baik menyangkut aspek manajerial kelembagaan, kurikulum, pendidik, pembiayaan maupun lain-lainnya.

Penyelenggaraan Satuan Pendidikan Muadalah dari 11 (sebelas) lokasi yang diteliti dapat dikelompokkan ke dalam aspek kelembagaan, kurikulum, pendidik dan tenaga kependidikan, santri, kelulusan, pembiayaan, dan akreditasi.

Aspek kelembagaan penyelenggaraan satuan pendidikan muadalah mencakup: persyaratan yayasan berbadan hukum dan terdaftar di Kemenag sudah terpenuhi, namun dari aspek jumlah santri minimal 300 santri dan mengikuti layanan pendidikan formal masih ada lembaga yang belum memenuhi persyaratan, sehingga perlu dijelaskan dalam pedoman. Sementara pada jenis tingkatan penyelenggaraan  masih beragam, dari hanya satu tingkatan, dua hingga tiga tingkatan sekaligus.

Aspek kurikulum pendidikan keagamaan Islam sesuai dengan kekhasan masing-masing, yaitu 7 penyelenggara berjenis pendidikan muadalah salafiyah yang berbasis kitab kuning dan 4 penyelenggara berjenis muadalah muallimin yang berbasis pada dirasah islamiyah. Kurikulum pendidikaan umum yang diajarkan pada jenis muallimin terpenuhi dan bahkan melampaui dari apa yang dipersyaratkan, sementara jenis salafiyah sebagian terpenuhi dan lainnya belum terpenuhi dengan mengembangkan istilah tersendiri. Kurikulum pendidikan umum belum ada standar yang sama.

Pendidik pada pendidikan keagamaan Islam terpenuhi sesuai dengan kompetensi, sementara dari kualifikasi masih beragam lulusannya, dari hanya tamatan pesantren, SMA/MA hingga perguruan tinggi. Pendidik mata pelajaran umum masih belum terpenuhi, baik dari aspek kompetensi maupun kualifikasi, seperti guru mismatch. Aspek tenaga kependidikan, pada jenis muallimin umumnya sudah terpenuhi, sementara pada salafiyah tenaga kependidikan masih terbatas seperti kepala satuan dan TU.

Aspek santri secara keseluruhan  mukim dan tidak sekolah pada pendidikan formal lainnya. Adanya seleksi atau tes masuk sebagai santri muadalah. Pada aspek sarana prasarana sudah terpenuhi walaupun masih terbatas pada jenis salafiyah, sementara jenis muallimin sudah cukup terpenuhi.

Aspek sumber pembiayaan masih bertumpu pada kontribusi wali santri, donatur dan usaha pondok pesantren. Sementara pemanfaatan pembiayaan digunakan untuk proses pembelajaran, gaji guru/ustad dan pengembangan lainnya. Belum ada sertifikasi guru-guru muadalah dan dana BOS.

Penyelenggara muadalah telah melakukan proses-proses penilaian baik harian, mid semester, semester dan ujian muadalah. Saat lulus santri memperoleh ijazah atau syahadah dari pondok pesantren. Masih ada kendala lulusan muadalah untuk masuk ke perguruan tinggi.

Kebutuhan prioritas dalam penyelenggaraan satuan pendidikan muadalah yang belum terpenuhi adalah: kurikulum pendidikan umum, kompetensi pendidik pendidikan umum, tenaga kependidikan pustakawan, pembiayaan, dan akreditasi.

Hasil penelitian merekomendasikan, pertama: pemerintah tidak memaksakan standarisasi pendidikan keagamaan tetapi mendorong pesantren untuk mengembangkan dan mempertahankan secara mandiri sesuai ciri kekhasan masing-masing satuan muadalah.

Kedua, terkait aspek kurikulum, pemerintah perlu segera membuat pedoman penyusunan standar  isi mata pelajaran pendidikan umum khas bagi satuan pendidikan muadalah yang berbeda dengan standar isi satuan lainnya.

Ketiga, terkait aspek tenaga pendidik, tenaga pendidik perlu mendapatkan hak yang sama dalam sertifikasi guru, peningkatan pendidikan dan pelatihan, program penyetaran guru melalui program beasiswa bagi guru-guru yang tamat SMA/MA, dan perlu dibuatkan pembuatan nomor induk guru/DAPODIK pada umumnya.

Keempat, terkait aspek ketenagaan, pemerintah perlu menyediakan tenaga kependidikan, dan memberikan pelatihan khusus serta beasiswa pendidikan.

Kelima, terkait aspek santri, perlu dibuat  aturan khusus bagi santri yang hanya mengikuti muadalah/tafaqquh fiddin tetapi tidak untuk mencari ijazah, yaitu mengikutsertakan santri/siswa dalam pendataan Nomor Induk Siswa Nasional (bas/wan).

 

Sumber foto: http://batang.kemenag.go.id

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI