Pesan Moderasi Sosiawan Leak di Festival Toleransi Balitbang Diklat
Semarang (Balitbang Diklat)---Sosiawan Budi Sulistyo atau Sosiawan Leak yang terkenal sebagai seorang aktor, penyair, penulis, dan pembicara, didaulat tampil membacakan puisi pada perhelatan festival toleransi dan pagelaran seni budaya.
Kegiatan bertema Diplomasi Moderasi Beragama melalui Seni Budaya ini berlangsung di Klenteng Sam Poo Kong, Semarang, Jawa Tengah, pada Jumat (18/11/2022). Acara ini diselenggarakan oleh Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan (BALK) Balitbang Diklat Kemenag bekerja sama dengan FKUB Kanwil Kemenag Jateng.
Pria kelahiran Surakarta, Jawa Tengah, ini aktif berkesenian sejak 1987 sebagai salah satu tokoh dalam gerakan revitalisasi sastra pedalaman, dan teater sebagai sutradara dan penulis skenario. Melalui penampilannya yang sedikit eksentrik di atas panggung, mampu mencairkan suasana festival dan pentas seni dengan mendramatisasikan puisi yang bertajuk moderasi beragama.
Menurut Leak, moderasi beragama tidak hanya berkaitan dengan kehidupan keagamaan dan toleransi. Moderasi, kata dia, juga bisa dipraktikkan di dunia seni. Karena seni dan kreativitas itu tidak ada batasnya dan tidak bisa dihalang-halangi.
“Toleransi, dan moderasi yang kita tahu itu soal urusan agama, soal kerukunan hidup, tidak seperti itu, lebih luas juga kebudayaan yang toleran, kebudayaan yang moderat, mampu meningkatkan ekonomi dan kemakmuran bersama toleransi menciptakan dunia aman tentram dan Sentosa,” kata sutradara Teater Peron UNS ini.
Dalam puisinya, Leak mengisahkan perjuangan Syekh Ja'far Shodiq atau lebih dikenal sebagai Sunan Kudus, dulu kota Kudus bernama Tajuk merupakan komunitas Hindu, Kota Kudus diganti nama menjadi Al-Quds. Tetapi, nama Tajuk masih dipertahankan.
Dikatakan Leak, di Masjid Al-Aqsa Kudus, tajug berjejer dengan kubah dan menara. “Ini merupakan bagian dari pelajaran ngaji toleransi dan ngaji moderasi dari Sunan Kudus,” katanya.
Bangunan yang memadukan arsitektur Jawa, Islam, Hindu, dan Tiongkok itu, menjadi saksi sekaligus pengingat abadi tumbuh dan berkembangnya filosofi Sunan Kudus, ‘GusJiGang’. Filosofi Gus JiGang sendiri artinya adalah bocah baGus budi pekerti, pinter ngaJi,dan pinter berdaGang.
Selian itu, menurut Leak bahwa ngaji toleransi dan ngaji moderasi dari syiar kanjeng Sunan Kudus membuat tempat wudlu yang diberikan relief Hindu, masjid yang ditempeli piring-piring porselen dari China.
“Gapura dipertahankan, upacara-upacara adat pada zaman Jawa kuno juga tetap dipertahankan. Hanya doa-doanya disesuaikan dengan ajaran Islam, ini soal bagaimana syiar dengan damai,” tuturnya.
Sosiawan menekankan bahwa moderasi dan toleransi di Kudus mampu meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan mendatangkan investasi.
“Walaupun Kota Kudus tidak mempunyai pelabuhan utama, namun kapal-kapal perdagangan, sebelum berlayar ke Tanjung Karang, terlebih dahulu singgah dan menggelar dagangannya di Kudus, seperti pecah-belah dari China dan hasil bumi Nusantara,” pungkasnya.[]
Barjah/Ova