Reformulasi Pelatihan Balitbang Diklat

7 Feb 2023
Reformulasi Pelatihan Balitbang Diklat
Kaban Suyitno dalam Rapat Koordinasi (Rakor) Transisi Badan Litbang dan Diklat Menjadi Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM), di Surabaya, Senin (06/02/2023).

Surabaya (Balitbang Diklat)---Badan Litbang dan Diklat (Balitbang Diklat) Kementerian Agama merespons lahirnya Perpres Nomor 12 Tahun 2023, salah satunya dengan melakukan reformulasi pelatihan yang selama ini dilaksanakan.

“Dengan lahirnya Perpres yang baru ini, menjadi momen sangat tepat, dan relevan bagi kita untuk melakukan perubahan dalam banyak hal, termasuk reformulasi pelatihan,” ujar Kepala Badan (Kaban) Litbang dan Diklat Kementerian Agama Prof. Suyitno.

Kaban Suyitno mengatakan hal tersebut saat memberikan arahan sekaligus membuka Rapat Koordinasi (Rakor) Transisi Badan Litbang dan Diklat Menjadi Badan Moderasi Beragama dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BMBPSDM), di Surabaya, Senin (06/02/2023).

Kaban mengemukakan, banyak yang akan dibahas mengani reformulasi pelatihan tersebut. Salah satunya pelatihan konvensional ke pelatihan digital, dari yang tadinya lebih banyak tatap muka akan mulai bertahap dikurangi.

Reformulasi pelatihan, lanjut Kaban, mulai dipetakan dengan tiga model pelatihan. Pertama, pelatihan yang full online dengan model MOOC. “Hal ini butuh pemetaan, misalnya, kompetensi widyaiswara, jenis pelatihan yang relevan, dan digitalisasi materinya,” katanya.

Menurut Kaban Suyitno, beberapa yang sudah berjalan salah satunya kurikulum merdeka. Madrasah dan publik merespons ini sangat bagus, dan ketika ini dilakuakan efisiensinya luar biasa.

“Di Cirebon sudah dilakukan dengan adanya Cyber Islamic University (CIU) sebagai kampus yang perkuliahannya full online khusus untuk Program Studi Pendidikan Agama Islam (PAI),” ujar Guru Besar UIN Raden Fatah Palembang ini.

Kaban mengisahkan ketika dulu awalnya sebelum dilakukan perkuliahan full online, menimbulkan banyak protes dari kalangan dosen, tetapi ini akhirnya menjadi role model.

“Tetapi untuk melakukan pelatihan full online ini, harus dilihat rambu-rambunya, apakah masih mungkin, misalnya, pelatihan full online bisa dibayar dari sisi widyaiswaranya, atau justru bisa dikonversi dengan membuat materi digitalnya itu,” ucap Kaban.

Selanjutnya, pelatihan dalam bentuk blended, pelatihan dengan pola PPG di perguruan tinggi, yang sebagiannya online, dengan tetap di belakangnya dilakukan pendampingan full oleh guru dan dosen pamong.

Bentuk blended ini kontrolnya masuk pada sistem sinkronus-asinkronus. “Beberapa masih kita temukan saat ini relatif gabungan, ini juga masih perlu didiskusikan apa saja yang diperlukan dalam pelatihan blended,” ungkap Kaban.

Terakhir, kata Kaban, pelatihan yang masih menggunakan pola lama atau offline. Pelatihan di Wilayah Kerja (PDWK) yang diselenggarakan selama ini tentu harus dicek kembali. “Pelatihan yang menggunakan pola offline ini pelatih yang seperti apa? Misalnya, pelatihan Moderasi Beragama apakah masih relevan dengan model offline? Ini perlu kita petakan bersama lagi,” tandas Kaban. (Barjah/sri/bas)

 

 

 

Penulis: Barjah
Editor: Sri Hendriani/Abas
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI