Reformulasi Pelatihan, Harus Taat Kaidah User Based Training
Bogor (Balitbang Diklat)--- Sebagai upaya penguatan Implementasi Kurikulum Merdeka (IKM), maka perlu dibuat mekanisme pengukuran yang tepat dan pasti. Utamanya pada penyusunan kurikulum pelatihan pendidikan bidang keagamaan sebagai core business Kementerian Agama (Kemenag).
Kepala Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan Mastuki mengatakan bahwa Pusdiklat Teknis memiliki tanggung jawab besar untuk melakukan reformulasi pelatihan dan pengembangan kompetensi. Untuk itu, diperlukan mekanisme pengukuran penyusunan kurikulum yang tepat dan pasti.
“Karena bentuknya reformulasi maka kurikulum yang dibuat harus mencerminkan formulasi yang diinginkan. Jangan mendesain berdasarkan persepsi dan kebutuhan pribadi, tetapi harus sesuai prinsip user based training,” ujar Mastuki saat membuka kegiatan Reformulasi Penyusunan Kurikulum Pelatihan Teknis Keagamaan di Bogor, Selasa (2/4/2024).
Menurut Mastuki, ada beberapa hal yang harus dilakukan. Pertama, perlu memetakan berbagai kebutuhan baru dari pelatihan dan pengembangan kompetensi SDM Kementerian Agama (Kemenag).
“Kalau kita mampu memetakan secara tepat berbagai tantangan baru, perubahan baru, dan kecenderungan baru berkaitan dengan keagamaan; maka kita telah sesuai berada di track reform,” ujarnya.
“Karena reform bermakna pembaruan, kita perlu mengkaji ulang penyelenggaraan pelatihan-pelatihan keagamaan yang telah dilaksanakan,” imbuhnya.
Untuk reformulasi baru, lanjut Mastuki, dibutuhkan pengalaman pengetahuan yang tepat mengenai kecenderungan-kecenderungan baru terkait keagamaan. Selain itu, perlu memerhatikan tren baru kebutuhan umat beragama terhadap agamanya.
“Hal tersebut menjadi penting sebagai dasar penetapan prioritas untuk menyusun kebutuhan pelatihan, pengembangan kompetensi, serta standar kompetensi. Semuanya ditujukan bagi umat beragama maupun ASN Kementerian Agama yang bergerak di bidang agama,” tutur pria asal Banyuwangi ini.
Kecenderungan tren baru keagamaan bisa diamati di lapangan maupun di media sosial. Inilah yang perlu diperhatikan dan diadopsi ke dalam kurikulum untuk pelatihan yang tepat.
Saat ini penyusunan kurikulum berprinsip pada dynamic curriculum, yakni kurikulum yang adaptif terhadap perubahan. Ada pergeseran dari teori yang dipahami secara akademik, sehingga kini perlu mengombinasikan dengan pengalaman baru.
Kedua, selain pelatihan terstruktur, penyusunan kurikulum juga perlu memerhatikan pengembangan kompetensi yang tidak terstruktur. Ada pelatihan tatap muka dan pelatihan online. Khusus online, Kemenag telah mengembangkan platform MOOC Pintar sebagai tren pelatihan baru.
“Pelatihan harus dirancang seluwes mungkin, sesuai dengan target dan sasaran. MOOC Pintar menjadi solusi untuk menjangkau pelatihan lebih luas dengan tingkat fleksibilitas yang bisa disesuaikan,” paparnya.
Untuk mewujudkan hal tersebut, maka Pusdiklat perlu dengan cermat merumuskan kurikulum, memilih silabus yang tepat, serta mencari SDM yang sesuai sebagai talent. Semua itu dalam rangka memenuhi kebutuhan diklat di masyarakat.
Terakhir, Mastuki mengimbau kembali agar pelatihan harus mengacu pada kebutuhan internal Kemenag. “Kita harus mengomunikasikan kebutuhan diklat dengan unit terkait sesuai prinsip user based training,” pungkasnya.
Hadir pada kesempatan tersebut, Ketua Divisi Kurikulum Cut N. Ummu Athiyah, Ketua Tim Kerja Implementasi Kurikulum Merdeka Berbasis Komunitas Waryadi, dan para widyaiswara di lingkungan Pusdiklat Tenaga Teknis Pendidikan dan Keagamaan.
(Diad/Bas/Sr)