Seslitbang : Hasil Riset Kita Harus Jadi Dasar Kebijakan
Tangerang (Rabu 21 November 2018). Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI menyelenggarakan kegiatan Seminar Hasil Penelitian Evaluasi Program Studi (Prodi) Agama di Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI) di Hotel Horison Grand Serpong, Rabu (21/11).
Penelitian ini menyingkap minimnya minat dan keseriusan siswa saat ini (terutama siswa MA) untuk mengambil Program Studi/Konsentrasi Jurusan Agama pada PTKIN / PTKIS di seluruh Indonesia. Ini menjadi perhatian besar kita bersama, khususnya dari Kementerian Agama RI melalui kebijakan yang ditetapkan.
Secara umum, eksistensi Prodi Agama (khususnya jurusan agama murni) mengalami kekurangan peminat dibandingkan dengan program studi lain. Beberapa prodi tersebut antara lain: Perbandingan Mazhab, Studi Agama-Agama, Ilmu Al-Quran dan Tafsir, dan Akidah Filsafat Islam.
“Minat masyarakat sekarang ini lebih tinggi kepada Perguruan Tinggi Umum (PTU) contohnya lebih cenderung ingin masuk ke UI, UGM, atau ITB, ketimbang PTKI. Salah satu Program Studi di PTKI yang cenderung diminati oleh siswa MA adalah Pendidikan Agama Islam. Sementara yang paling sedikit diminati adalah Bimbingan Penyuluhan Islam, Bimbingan Konseling Pendidikan Islam, Tasawuf, Psikotherapy, dan Tarjamah.” Hal tersebut diungkap Peneliti Senior Puslitbang Penda, Hayadin, menyangkut hasil temuannya yang diseminarkan.
Banyak alasan yang menjadi penyebab sepinya jurusan agama di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam. Antara lain: perubahan status PTKI menjadi Universitas; tantangan dan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi; kesadaran masyarakat tentang lembaga pendidikan; lalu soal pragmatisme; kemudian soal ekonomi, dan knowledge society.
“Tujuan utama dari risetnya ini ialah untuk mengetahui eksistensi prodi agama (yang langka peminat) di lingkungan UIN; mengetahui minat calon mahasiswa terhadap agama di PTKI; kemudian mengetahui sebaran dan kiprah alumni prodi agama; dan mengetahui kebijakan perguruan tinggi untuk mempertahankan eksistensi agama.” tuturnya.
Azyumardi Azra yang tampil sebagai Narasumber jitu mengungkapkan bahwa Madrasah Aliyah (MA) kita sekarang lebih cenderung fokus kepada jurusan IPA, dan IPS, tidak MAPK (Madrasah Aliyah Program Khusus)/MAK (Madrasah Aliyah Keagamaan). “Dahulu program seperti MAK berfokus pada kajian kitab kuning (al-kutub al-shafra) dan memang konsen dalamtafaqquh fid din (serius memperdalam ilmu agama),”ungkap Azra.
Mantan Rektor UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini berharap program MAK dihidupkan kembali baik di sekolah negeri maupun di swasta. “Kita harus memperkuat MAN, buat peminatan itu dengan perlakuan khusus diperkuat bahasa Arab dan literatur kitab klasik keagamaan lainnya. Kita harus akui bahwa MAK dalam benak siswa-siswi sekarang tidak jelas lapangan kerjanya, apa sisi marketable-nya, mau jadi apa setelah lulus di kemudian hari, makanya UIN jadi sepi peminat yang mengambil jurusan prodi agama.” tambah.
Selain itu harus ada affirmative action and affirmative policy bagi jurusan Aliyah untuk bisa kuliah di UIN/IAIN/STAIN yang mengambil konsentrasi ilmu agama dengan memberikan beasiswa khusus. Kemudian yang terakhir sebagai strong recommendationadalah para Dekan, Kepala Jurusan /Program Studi, Sekjur, ataupun Dosen di sebuah jurusan agama tersebut melakukan promosi, sosialisasi prodi ke berbagai madrasah dan pesantren; harus melakukan kreasi dan inovasi yang dipublikasikan di media sosial, harus melakukan roadshow, kunjungan, talk show, pembagian brosur ke MA, SLTA dan sederajat.
“Harus ada undangan spesial bagi siswa-siswi MA/SLTA atau setingkat berkunjung ke kampus UIN/IAIN. Lalu melakukan kerjasama dengan lembaga-lembaga lain di luar kampus. Sebagai masukan tambahan bisa saja ada double degree antara fakultas syariah dan ushuluddin. “ungkapnya lagi.
Sebagai pamungkas, Sekretaris Balitbang Diklat, Moh. Isom memaparkan bahwa hasil riset kita harus bisa dijadikan rujukan dan kiblat untuk unit satker eselon I lainnya di Kemenag RI.
Menurut Isom, banyak program dan kegiatan yang tidak based on research. “Kita cukup maklum memang di Indonesia ini jika hasil penelitian kita kurang dipedomani secara utuh dan kurang menjadi bahan pertimbangan dalam sebuah keputusan dan kebijakan,”ujar Isom.
Ke depan, hasil riset di Puslitbang-Puslitbang tidak hanya kelar menjadi policy paper, policy brief, atau policy memo, executive summary, dan laporan penelitian, namun harus dirujuk, misalnya oleh Direktorat Pendis, bahkan sampai bisa men-driver ke Menteri Agama.” tutup Seslitbangdiklat dengan gelar profesor ini.
Nasrullah Nurdin/diad