Sudah Tidak Saatnya Permasalahkan Khilafiyah

29 Mei 2015
Sudah Tidak Saatnya Permasalahkan Khilafiyah

Jakarta (29 Mei 2015). Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, terdapat perkembangan yang positif dalam dunia dakwah di Indonesia. Saat ini, para dai sudah tidak lagi mengedepankan permasalahan khilafiyah. Di kalangan dai, sudah tertanam kesepahaman atas berbagai perbedaan pendapat yang masih ditolerir dalam ajaran agama.

Pernyataan tersebut disampaikan oleh Kepala Badan Litbang dan Diklat, Abd. Rahman Masud dihadapan peserta Training of Trainer (ToT) yang diselenggarakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) di Jakarta (29/5). Peserta ToT adalah perwakilan dari MUI Provinsi dan Ormas Islam se-Indonesia.

Membawakan tema "Peta Perkembangan Dakwah di Indonesia", Masud menyampaikan temuan-temuan penelitian yang dilakukan oleh lembaga yang dipimpinnya. "Survey Kerukunan Umat Beragama yang kami lakukan di tahun 2012 menunjukkan bahwa tingkat keharmonisan umat beragama di Indonesia berada pada level 3.67 pada skala 1 sampai 5. Itu artinya negara kita tergolong cukup harmonis," ujarnya.

Beberapa temuan penelitian yang dilakukan oleh Badan Litbang dan Diklat diantaranya adalah: Khilafiyah dalam bidang fiqih furu’iyah sudah tidak menjadi masalah antar ormas Islam meski berpotensi menimbulkan konflik di tingkat akar rumput;Pemurtadan dan pendangkalan akidah menjadi tantangan bagi ormas-ormas Islam, sekaligus mendorong integrasi umat Islam dalam berdakwah;Kerjasama fungsional bidang dakwah di kalangan ormas Islam pada umumnyabelum terjalin;Lahirnya kelompok dakwah baru merupakanbentuk respon terhadap kondisi dakwah ormas yang sudah mapan dan dinilai kurang peka terhadap permasalahan umat;Penyalahgunaan simbol-simbol keagamaan untuk kepentingan politik praktis  dan kelompok keagamaan tertentu berpotensi mengganggu upaya integrasi umat Islam;dan terdapat upaya para pelaku dakwah dalam pemeliharaan kerukunan.

Namun demikian, ia menggarisbawahi bahwa kondisi yang cukup harmonis ini mendapatkan chalenge yang cukup serius. Kehadiran kelompok keagamaan yang radikal, seperti gerakan Salafi Jihadis, JIL, LDII, Ahmadiyah, dan aliran sempalan dapat berpotensi mengganggu keharmonisan intern dan antarumat beragama.

Oleh karenanya, ia mendorong kepada ormas-ormas keagamaan mainstream yang lebih dulu eksis, seperti NU, Muhammadiyah, Persis, dan lainnya untuk lebih proaktif bergerak di masyarakat. Menurutnya, ormas mainstreaminilah yang dapat secara efektif membendung arus radikalisasi dan penyimpangan agama.

“Ormas keagamaan yang oleh peneliti asing sering disebut the smilling moslem harus  berani menyuarakan aspirasinya.selama ini, organisasi mainstream  sering menjadi the silent majority, kelompok mayoritas yang diam. Sehingga seringkali ‘kalah’ dengan kelompok minoritas yang sangat aktif menyampaikan propaganda,” terangnya.[]

Ags/viks/ags

Editor:
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI