Upaya Bersama Menuju Harmoni, Puslitbang Bimas Agama Selenggarakan FGD Resolusi Konflik Bernuansa Keagamaan

6 Okt 2023
Upaya Bersama Menuju Harmoni, Puslitbang Bimas Agama Selenggarakan FGD Resolusi Konflik Bernuansa Keagamaan
Kapuslitbang Bimas Agama M. Arfi Hatim pada kegiatan Focus Group Discussion (FGD) Resolusi Konflik Bernuansa Keagamaan di Solo, Jawa Tengah, Kamis (5/10/2023).

Solo (Balitbang Diklat)---Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan Bimbingan Masyarakat Agama dan Layanan Keagamaan (Puslitbang Bimas Agama) Kementerian Agama RI., M. Arfi Hatim, M.Ag., mengatakan Indonesia merupakan negara yang majemuk dan plural, sehingga konflik bernuansa keagamaan menjadi salah satu isu penting untuk dibahas.

“Konflik bernuansa keagamaan dapat mengganggu kerukunan dan kedamaian umat beragama di Indonesia," ujar Arfi saat menyampaikan sambutan pada Focus Group Discussion (FGD) Resolusi Konflik Bernuansa Keagamaan di Solo, Jawa Tengah, Kamis (5/10/2023).

Menurut Arfi, kerukunan umat beragama penting untuk dijaga, terutama di negara majemuk seperti Indonesia. Konflik bernuansa keagamaan dapat mengganggu kerukunan dan kedamaian, sehingga perlu ditangani dengan serius. Kementerian Agama telah menginisiasi sejumlah program, seperti toleransi, religiosity index, dan deteksi dini, untuk menciptakan situasi yang kondusif dalam menangani potensi konflik, khususnya yang berhubungan dengan isu-isu keagamaan.

“Pemerintah telah memiliki kerangka hukum yang kuat dalam penanganan konflik sosial, yang mencakup pencegahan, penghentian, dan pemulihan pasca konflik. Namun, resolusi konflik merupakan tantangan yang memiliki banyak dimensi dan upaya-upaya penyelesaiannya sangat penting,” ungkap Arfi. 

FGD ini, lanjut Arfi, merupakan langkah strategis yang melibatkan dialog antara akademisi, praktisi, dan pihak yang memiliki pengalaman dalam menangani konflik, terutama di Kota Solo. FGD ini menggali tiga aspek utama, yaitu upaya-upaya pencegahan konflik, penemuan formula yang tepat untuk penyelesaian konflik, dan strategi mitigasi untuk mencegah terjadinya konflik di masa depan, baik di wilayah yang sama maupun berbeda,” terangnya.

Oleh karena itu, kata Arfi, dengan kolaborasi dan pemikiran yang cermat dalam FGD ini, diharapkan kita dapat menemukan formula strategis untuk menangani konflik yang dapat menciptakan kondisi yang kondusif, harmonis, rukun, dan damai di negara kita yang beragam ini. Upaya bersama ini adalah langkah penting menuju harmoni dan persatuan dalam keberagaman yang menjadi kekayaan kita sebagai sebuah negara.

Sumber Konflik Sosial

Menurut Arfi, ketika membahas sumber-sumber konflik sosial, kita dapat mengelompokkannya menjadi lima kluster yang berbeda. Pertama, ada konflik sosial antarumat beragama, terjadi ketika orang dari agama yang berbeda saling bentrok. Kedua, konflik intra-umat beragama, terjadi di dalam komunitas agama yang sama. Ketiga, penolakan terhadap rumah ibadah dan kegiatan agama lain, yang mencakup ketidaksetujuan terhadap tempat-tempat ibadah dan aktivitas keagamaan yang berbeda dari keyakinan sendiri.

“Keempat, penolakan terhadap rumah ibadah dan kegiatan ibadah dalam satu agama, yang dapat terjadi jika ada perbedaan pandangan dalam satu agama. Terakhir, masalah keagamaan lainnya, yang mencakup konflik-konflik yang berasal dari isu-isu agama yang tidak termasuk dalam empat kluster sebelumnya. Memahami beragam sumber konflik ini adalah langkah pertama yang penting dalam upaya penyelesaian dan pencegahan konflik sosial,” ujar Arfi.

“Pentingnya mengklasifikasikan sumber konflik sosial ini adalah untuk dapat mengidentifikasi penyebab, dinamika, dan solusi yang sesuai untuk masing-masing jenis konflik. Dengan pemahaman yang lebih mendalam tentang asal-usul konflik, pihak berwenang dan masyarakat dapat mengambil langkah-langkah yang lebih efektif dalam menjaga kedamaian, mempromosikan toleransi, dan menciptakan kerukunan di antara kelompok-kelompok yang berbeda keyakinan agama,” imbuh Arfi.

Pada kesempatan ini, Arfi menegaskan bahwa dalam rangka menjaga kerukunan dan mengatasi konflik yang berkaitan dengan isu-isu keagamaan, FGD ini mengeksplorasi tiga aspek kunci. Pertama, bagaimana kita dapat mencegah terjadinya konflik. Ini mencakup langkah-langkah pendidikan, dialog antarumat beragama, dan upaya-upaya yang dapat mengurangi ketegangan antar kelompok agama. Kedua, mencari formula yang tepat untuk penyelesaian konflik. Ini melibatkan identifikasi metode dan mekanisme yang efektif untuk menyelesaikan konflik yang muncul, termasuk peran mediasi dan dialog sebagai alat yang berguna. Ketiga, mencari cara untuk mencegah konflik kembali terjadi di masa depan, baik di daerah yang sama maupun di daerah yang berbeda. Ini melibatkan pengembangan strategi mitigasi yang efektif untuk menjaga kedamaian dan menghindari konflik yang merugikan.

“Melalui FGD ini, kita berharap dapat mengumpulkan masukan berharga dari berbagai pihak yang akan membantu kita merumuskan satu formula strategis untuk menangani konflik yang berkaitan dengan isu-isu keagamaan. Dengan formula ini, diharapkan kita dapat menciptakan kondisi yang kondusif, harmonis, rukun, dan damai di masyarakat kita. Kolaborasi antara pemerintah, stakeholder, dan masyarakat adalah kunci untuk menghadapi tantangan ini dengan cara yang paling efektif dan berkelanjutan,” tegas Arfi.

"Kami berharap FGD ini dapat menghasilkan rekomendasi kebijakan yang strategis untuk penanganan konflik bernuansa keagamaan di Indonesia," pungkas Arfi.

Tampil sebagai narasumber pada kegiatan ini yaitu Prof. Dr. H. Abdul Djamil, Prof. Dr. H. Achmad Gunaryo, dan Pdt. Paulus Hartono. Diskusi ini dihadiri para akademisi, praktisi, dan tokoh agama dari berbagai daerah di Indonesia, di antaranya dari FKUB, UIN Surakarta, UKDW, pokjaluh, pimpinan ormas agama atau yang mewakili (WALUBI, PHDI, MAKIN), dan lain-lain. (Agus Mulyono/bas/sri)

   

 

Penulis: agus mulyono
Editor: Abas/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI