Utamakan Pertanggungjawaban Akademik, Puslitbang Penda Perluas Pemetaan Survei Madrasah Inklusif

24 Agt 2023
Utamakan Pertanggungjawaban Akademik, Puslitbang Penda Perluas Pemetaan Survei Madrasah Inklusif
Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban) Prof. Suyitno saat menyampaikan arahan pada Seminar Evaluasi Layanan Pendidikan Inklusif di Madrasah, Rabu (23/8/2023).

Jakarta (Balitbang Diklat)---Hasil kajian evaluasi Layanan Pendidikan Inklusif di Madrasah perlu digali kembali, terutama persoalan mengenai penyebaran kuesioner. Hal tersebut bertujuan sebagai pertanggungjawaban akademik Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan.

 

“Kita perlu mendalami sisi pemetaan populasi penelitian layanan pendidikan inklusif di madrasah. Terdapat 147 madrasah yang tersebar di 13 provinsi yang menjadi bahan kajian evaluasi pelayanan pendidikan inklusif di madrasah, namun respons yang kembali hanya 50 padahal hanya menggunakan google form,” ujar Kepala Badan Litbang dan Diklat (Kaban) Prof. Suyitno di Jakarta, Rabu (23/8/2023).

 

Pada Seminar Evaluasi Layanan Pendidikan Inklusif di Madrasah tersebut, Kaban Suyitno juga mengingatkan untuk mencari tahu penyebab instrumen penelitian yang tidak kembali dalam survei itu.

 

“Apakah ada kemungkinan kuesionernya menyulitkan atau isinya tidak menggambarkan dari madrasah itu sendiri atau diberikan pada orang yang salah. Apakah ini ada uji resumenya?,” kata Guru Besar UIN Raden Fatah ini.

 

“Apapun itu, harus ada penjelasannya, sehingga kita mengetahui alasan-alasan dari  madrasah tersebut. Apakah ada faktor-faktor yang sifatnya akademik dan non akademik, atau ada faktor teknis,” imbuhnya.

 

Lebih lanjut, Kaban juga memberikan komentar mengenai metodologi dalam kajian tersebut. Ia menyarankan untuk membuat minimal tiga indikator, terutama indikator yang menyangkut pendidik atau guru pendamping khusus.

 

“Harus dijelaskan minimal tiga indikator terutama yang berkaitan dengan pendidik atau guru pendamping khusus. Jika di lapangan kita menemukan guru kurang pelatihan atau kurang mendapat atensi penguatan kompetensi terkait dengan kegiatan, maka kita perlu mengkaji dari prespektif dia dan regulasinya,” imbau Kaban.

 

Menurut Kaban, penelitian Madrasah Inklusif yang dilakukan Puslitbang Pendidikan Agama dan Keagamaan Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama tersebut telah banyak memberikan kontribusi dan partisipasi dalam mendorong regulasi terkait Anak Berkebutuhan Khusus (ABK).

 

Pada kesempatan yang sama, Juru Bicara Kemenag Anna Hasbie dan Analis Kebijakan Ditjen Pendidikan Islam Suwendi menyampaikan saran dan rekomendasi terkait hak ABK. Salah satu kewajiban pemerintah yaitu madrasah menyiapkan guru mata pelajaran yang memiliki pelatihan tambahan seperti pelatihan khusus Guru Pengawas Pendidikan (GPK) dan asesmen untuk ABK.

 

“Kami berharap Madrasah Inklusif dapat memberikan pelayanan dan memperlakukan setiap anak bangsa dengan baik,” tutur Suwendi.

 

Dengan berkeadilan, lanjut Suwendi, kita bisa menumbuhkembangkan bakat minat serta potensi-potensi yang dimiliki, termasuk pada anak-anak ABK. Karena pada prinsipnya negara punya kewajiban untuk memberikan layanan  terbaik bagi seluruh anak negeri.

 

“Apapun kondisinya, baik normal secara fisik maupun berkebutuhan khusus, setiap anak bangsa harus mendapatkan pelayanan pendidikan terbaik,” tandasnya.

Niken/diad

 

Sumber: Niken
Editor: Dewi Indah Ayu/Sri Hendriani
Apakah informasi di atas cukup membantu?

TERKINI

OPINI