Hitung Sebaran Formasi Widyaiswara, Ini Poin Penting Perumusannya
Denpasar (Balitbang Diklat)---Pendapat yang disampaikan dalam forum Perhitungan Sebaran Formasi Jabatan Fungsional Widyaiswara Kementerian Agama mempunyai implikasi bagi nasib seseorang di masa depan. Pemetaan kebutuhan widyaiswara tersebut perlu dihitung dengan cermat.
“Penghitungan formasi widyaiswara (WI) menbutuhkan kecermatan dengan rasio-rasio yang ditentukan dan disepakati bersama. Sebab WI diharapkan dapat berinteraksi dan memahami stakeholder yang ada di wilayahnya,” ungkap Sekretaris Badan Litbang dan Diklat Arskal Salim GP di Denpasar, Kamis (28/3/2024).
“Misalnya, rasio antara jumlah sebaran WI yang ada dalam setiap unit satuan kerja, baik di Pusdiklat maupun di Balai Diklat Keagamaan (BDK),” imbuhnya.
Selain itu, perlu menghitung jumlah sebaran berdasarkan jenjang WI mulai jejang pertama, muda, madya, hingga utama. Tidak kalah penting juga menghitung kapasitas dari kampus (balai) dalam menyediakan jumlah pelatihan dalam setiap tahunnya.
“Ada balai dengan kapasitas besar sehingga bisa menerima peserta dalam jumlah angkatan yang banyak, tetapi ada juga yang hanya bisa menyelenggarakan beberapa angkatan saja,” ujarnya.
Hal ini, lanjut Sesban Arskal, perlu penyesuaian pula jumlah kelas dan jumlah widyaiswaranya. Maka dengan demikian, BDK yang memiliki kampus lebih besar pasti akan mendapatkan WI dengan jumlah yang lebih banyak dibanding yang lain,”
Di samping itu, perlu juga menghitung kebutuhan diklat selama setahun. Sebab sebagian besar telah melaksanakan pelatihan berbasis online (MOOC).
“Dengan MOOC kebutuhan WI menjadi minim, maka kebutuhan tersebut perlu dipertimbangan berdasarkan pelatihan yang offline dan online. Semua kebutuhan ini perlu dipetakan dan dihitung sehingga jangan sampai over atau kekurangan,” tutur Arskal.
Beberapa poin di atas bisa menjadi patokan dalam perumusan penghitungan sebaran WI di masing-masing satuan kerja. Angka yang sudah ditetapkan oleh KemenPAN-RB bisa disesuaikan dengan hasil penghitungan kuantitatif dan kualitatif sebagai dasar pertimbangan.
Pada kesempatan itu, Sesban juga mengimbau agar WI tidak berhenti belajar dengan selalu membaca, mengikuti kegiatan seminar, atau mencari sumber ilmu secara otodidak.
“Banyak materi bagus sesuai bidang yang disampaikan melalui Youtube. Materi tersebut bisa mendukung pengembangan professional skills yang bisa diterapkan dalam proses belajar dan mengajar,” tandasnya.
Widyaiswara menjadi ujung tombak untuk meningkatkan kualitas guru dan SDM di Kementerian Agama. Oleh karena itu, sebagai booster, WI harus memiliki semangat untuk mengubah wajah pendidikan Indonesia dan mengubah kualitas SDM Indonesia.
Ketua Tim Organisasi, Kepegawaian, dan Hukum Fachrudin mengatakan dalam laporannya, bahwa diskusi yang telah dilakukan menjadi masukan dan diharapkan menjadi kesepakatan yang terbaik bagi seluruhnya. Dari diskusi yang berkembang, widyaiswara menggunakan data tahun 2020-2022 dengan basis penetapan dari LAN dan KemenPAN-RB yang dibuka pada masing-masing koordinator WI di Balai Diklat Keagamaan.
“Melalui data yang dibawa oleh para widyaiswara, diharapkan dapat membuat peta sebaran WI sesuai dengan jumlah formasi yang dibutuhkan,” pungkasnya.
Diad/Sr